Thailand adalah salah satu dari hanya dua negara Asia yang tidak dijajah oleh bangsa Eropa di abad ke-19 dan awal abad ke-20 (yang lainnya adalah Jepang). Sebagai akibatnya, mereka menjadi satu-satunya negara di benua ini yang secara sukarela mengirimkan pasukannya untuk bertempur ke Eropa dalam Perang Dunia I. Pada bulan Juli 1917, Siam (nama Thailand tempo doeloe) mengeluarkan pernyataan perang terhadap Jerman. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan legitimasi negara mereka di mata Inggris dan Prancis, sekaligus pula untuk legitimasi Monarki di mata rakyatnya sendiri. Karena wilyahnya tidak berbatasan langsung dengan salah satu koloni Jerman di Asia, maka hal ini dianggap sebagai sebuah pertaruhan yang aman. Siam sendiri mempunyai kekuatan militer yang ketinggalan zaman. Mereka tak punya kekuatan udara atau senjata modern. Satu-satunya yang bisa dibanggakan adalah korps perwira yang dilatih secara modern, meskipun masih dalam standar sebelum perang. Pada bulan September 1917, dibentuk pasukan ekspedisi yang akan dikirimkan ke Eropa. Orang-orang yang menjadi anggotanya berasal dari unit medis, transportasi, pekerja, dan sukarelawan udara. Sebagai komandan dari pasukan berkekuatan 1.284 orang ini dipilih Mayor-Jenderal Janriddhi. Mereka tiba di Prancis pada bulan Juli 1918, meskipun baru pada bulan Agustus 1918 pasukan ekspedisi ini mencapai front terdepan di Marne sebagai Detasemen Pekerja ke-1. Pada waktu yang sama, sekitar 400 orang penerbang Siam mendapat pelatihan di belakang garis pertahanan. Pada pertengahan bulan September, SEF "mencicipi" aksi pertempuran pertama mereka dalam rangka membantu Ofensif Champagne dan Meuse-Argonne sebagai unit medis dan transport. Mereka melaksanakan tugas dengan baik, dan bahkan tidak ada korban yang jatuh dari ke-850 orang anggotanya! Setelah perang usai, SEF digunakan sebagai pasukan pendudukan di Rhineland, dan memegang wilayah kota Neustade-sur-Arrent selama masa penguasaan Sekutu. Mereka juga ikut dilibatkan dalam parade kemenangan tahun 1919. Meskipun tidak ada yang terbunuh dalam kontak senjata, tapi tercatat bahwa 19 orang anggota SEF kehilangan nyawanya selama masa eksistensinya, yang diakibatkan oleh Flu Spanyol yang mewabah setelah perang usai, ditambah dengan musim dingin pertama yang dihadapi oleh orang-orang ini. Dua diantara kasus kematian ini terjadi dalam kecelakaan sebelum kedatangan mereka di Prancis. Sebagai penghargaan atas tugas mereka, SEF dianugerahi Croix de Guerre oleh negara Prancis. Selain itu, Siam juga diperbolehkan untuk menyimpan kapal-kapal dagang Jerman yang mereka rampas pada tahun 1917, sekaligus mendapatkan revisi dari perjanjian tidak berimbang yang sebelumnya ditandatangani bersama dengan pihak Barat. 'Bekas' dari kerjasama yang manis ini masih bisa terlihat dari bendera Thailand modern yang terdiri dari tiga warna (merah, biru, putih), yang merupakan tipikal dari sebagian besar bendera negara-negara Sekutu. Foto: prajurit-prajurit SEF (Siamese Expeditionary Force) turun dari kereta yang membawa mereka, tahun 1918.
Sumber :
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10212500518699661&set=a.10212482164960829&type=3&theater
No comments:
Post a Comment